Depo Lokomotif Stasiun Kereta Api Purwakarta Dari Masa ke Masa


Stasiun Purwakarta
Sumber: Heritage KAI

Analis Purwakarta -- Sudah menjadi khalayak umum dimana perpindahan penduduk di suatu daerah tidak lepas dari peranan sarana transportasi untuk mengakomodir penduduk berpindah dari suatu daerah ke daerah lainnya. Pada masa modern sekarang, terdapat banyak jenis dan opsi untuk menggunakan layanan transportasi, baik itu menggunakan transportasi secara individu seperti mobil/motor pribadi ataupun menggunakan sarana transportasi publik baik untuk matra darat, laut, ataupun udara.

Salah satu transportasi publik yang berasal dari matra darat adalah kereta api. kereta api merupakan wahana transportasi darat yang berjalan diatas rel, dengan hulu wahana yang disebut dengan lokomotif, dan gerbong sebagai wahana pengangkutan. Kereta api memiliki fungsi tidak hanya untuk mengangkut penumpang saja, melainkan dapat digunakan sebagai pengantar barang yang berisi komoditas tertentu yang nantinya dapat diperjual-belikan, seperti batu bara, pasir, dan lain sebagainya. Saat ini perkembangan teknologi kereta api berkembang sangat cepat, dari semula kereta api ditenagai melalui mesin katel uap, hingga kereta api bertenaga listrik yang dapat bergerak dengan cepat.

Kereta api tercatat masuk di Indonesia pada masa kepemimpinan Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele tanggal 17 Juni 1864, khususnya pada pembangunan jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa Kemijen yang dilakukan oleh perusahaan swasta Hindia Belanda pada masa itu yakni Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018). Selain dibangun melalui perusahaan swasta, perusahaan negara Hindia Belanda yakni Staatssporwegen (SS) turut ikut serta dalam membangun jalur kereta api pada tanggal 8 April 1875, dimana jalur pertama yang dibangun oleh SS ini meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018).

Kolaborasi antara SS dan NISM dalam membangun jalur kereta api juga mendorong investasi dari pemodal swasta lainnya untuk membangun jalur kereta api di Indonesia, seperti Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (Ps.SM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo Stoomtram Maatschappij (Pb.SM), Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang Stoomtram Maatschappij (MS), Madoera Stoomtram Maatschappij (Mad.SM), dan Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018). Selain di pulau Jawa, pemerintah Hindia Belanda juga membangun jalur kereta api di pulau lainnya, semisal pembangunan jalur kereta api di pulau Sumatera dan Sulawesi, sedangkan pembangunan di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya sebatas studi pemasangan rel (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018).

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, perkereta-apian di Indonesia berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api) dan juga berubah fungsinya untuk kebutuhan perang (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018). Salah satu dari pembangunan jalur kereta api pada masa pendudukan Jepang adalah pembangunan lintas Saketi-Bayah, dan Muaro-Pekanbaru, dimana tujuan dari pembangunan jalur ini adalah untuk mengangkut batu bara sebagai bahan bakar mesin perang Tentara Jepang (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018).

Alih kepemilikan industri kereta api di Indonesia dimulai sejak pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung yang diduduki oleh Jepang pada 28 September 1945, hingga kini tanggal 28 September 1945 selalu diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKRI) (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018). Meskipun Belanda sempat datang kembali ke Indonesia pada tahun 1946 dan menggabungkan perusahaan kereta api swasta dan perusahaan negeri milik Belanda menjadi Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedriff (SS/VS) namun perusahaan tersebut kembali diakusisi oleh Indonesia karena merupakan point dari hasil Konferensi Meja Bundar Desember 1949. Point dari perundingan itu diantaranya adalah pengambil alihan aset-aset milik pemerintah Hindia Belanda termasuk SS/VS dan mengintegrasikan perusahaan itu dengan DKRI menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1950 (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018).

Perubahaan struktur organisasi, dan upaya meningkatkan pelayanan menyebabkan DKA mengalami beberapa kali terjadi pergantian nama, seperti Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1950, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pada tahun 1971, Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) pada tahun 1991, dan PT Kereta Api Indonesia Persero (KAI) pada tahun 1998 (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018). Hingga kini PT KAI Persero memiliki dua wilayah usaha, yakni Divisi Regional (DIVRE) yang berlokasi di Sumatera dan terdiri dari empat divisi, dan Daerah Operasi (DAOP) yang berlokasi di pulau Jawa dan terdiri dari sembilan daerah operasi (PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018).

Salah satu stasiun yang merupakan bagian Daerah Operasi, khususnya Derah Operasi 2 Bandung adalah Stasiun Purwakarta. Stasiun yang dibangun sejak 1901 dan resmi dibuka pada 27 Desember 1902 ini memiliki lokasi yang strategis, yakni sebagai penghubung antara Batavia, Karawang dan Bandung dan memiliki jalur datar serta dapat bergerak lebih cepat dibandingkan jalur koridor Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Bogor yang merupakan jalur perbukitan (Heritage PT Kereta Api Indonesia (Persero), n,d). Selain itu terdapat keuntungan jika melalui Stasiun Purwakarta, yaitu pemerintah Belanda tidak perlu lagi membayar sewa jalur koridor Bogor-Batavia yang dimiliki oleh NISM (Heritage PT Kereta Api Indonesia (Persero), n,d).

Sadar tentang Kabupaten Purwakarta yang memiliki lokasi strategis, maka Belanda turut membangun juga fasilitas bangunan depo kereta api di Kabupaten Purwakarta. Tujuan dibangunnya depo ini adalah berfungsi sebagai bangunan pendukung dan pemeliharaan kereta api pada masa pendudukan Belanda (Nuralia, 2011).

Bangunan depo yang merupakan bagian dari Stasiun Kereta Api Purwakarta mengadaptasi gaya arsitektur Indies atau gabungan dari gaya arsitektur Eropa dan Indonesia (Nuralia, 2011). Gaya arsitektur Eropa dapat dilihat dari desain fasade bangunan ini yang mengadopsi desain Neo-Gothic, sedangkan unsur lokal dapat dilihat dari penggunaan tanah liat sebagai bahan genteng, dan atap tumpang dua yang dapat ditemui di rumah-rumah tradisional khususnya daerah Jawa (Nuralia, 2011). Luas bangunan ini memiliki luas 42 m2 dan berlokasi di sebelah barat laut Stasiun Kereta Api Purwakarta serta dibangun oleh arsitek-arsitek Belanda pada masanya (Nuralia, 2011).

Dari segi konstruksi, tampak depan dari bangunan ini seperti dua bangunan kembar dan saling berhimpitan, namun bangunan ini memiliki dua fungsi yang berbeda bila kita lihat dari dalam. Dua bagian ruangan bangunan ini dipisahkan oleh tiang-tiang tembok/beton yang berjumlah 10 tiang dengan lebar atas 100cm, lebar bawah 133cm, dan tebal 120cm. Bagian timur bangunan ini digunakan sebagai keluar masuknya kereta api, sedangkan bagian barat dari gedung ini kemungiknan digunakan sebagai tempat penyimpanan barang (Nuralia, 2011).

Pada masa sekarang, bangunan ini telah mengalami renovasi dengan mempertahankan arsitektur sebelumnya. Adapun fungsi pemeliharaan kereta yang dilakukan di Depo ini sudah tidak dilakukan lagi. Kegiatan yang terakhir dilakukan pada bangunan ini adalah digunakan sebagai  lokasi syuting Film Gundala karya Joko Anwar (Saraswati, 2019).

Depo stasiun Kabupaten Purwakarta memiliki sejarah yang panjang. Bangunan ini telah menjadi saksi bisu bagaimana perkembangan perkereta apian di Indonesia khususnya daerah Jawa Barat. Semestinya bangunan ini tidak dijadikan sebagai bangunan statis yang tidak memiliki kesan apa-apa, namun hendaknya PT KAI Persero (Tbk) sebagai pengelola bangunan ini sebaiknya lebih memperhatikan potensi-potensi yang terdapat di bangunan ini, seperti membangun museum kereta api agar masyarakat tidak lupa akan sejarah bangunan ini.


Referensi:

Artikel

Nuralia, L. (2011). Bekas Depo Stasiun Purwakarta: Puing-Puing Kemegahan Kolonial Di Purwakarta. Sangkhakala. Vol (XIV) No. 2-2011. 287-301.

Website

  1. Heritage Kereta Api Indonesia. (n.d). Stasiun Purwakarta https://heritage.kai.id/page/Stasiun%20Purwakarta
  2. PT Kereta Api Indonesia (Persero). (2018). Sejarah Perkeretaapian https://www.kai.id/corporate/about_kai/#:~:text=Sejarah%20perkeretaapian%20di%20Indonesia%20dimulai,Beele%20tanggal%2017%20Juni%201864.&text=Pada%20tahun%201942%20Pemerintah%20Hindia%20Belanda%20menyerah%20tanpa%20syarat%20kepada%20Jepang
  3. Saraswati, P, D. (2019). 'Gundala' Lakukan Syuting di Lebih dari 70 Lokasi di Jawa Barat https://hot.detik.com/spotlight/d-4638844/gundala-lakukan-syuting-di-lebih-dari-70-lokasi-di-jawa-barat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Modernisasi Kapal Perang TNI, Prabowo: Kemungkinan Dari 41 Kapal Perang Akan Bertambah Hingga 43

Bupati Purwakarta Menggelar Vaksinasi Hewan Kurban

IMDEX 2023: Indonesia cleared to buy submarines with USD2.16 billion in foreign loans